KULTUR || KULTUM PITUTUR LUHUR || KIAT KUAT MENJALANKAN PUASA ROMADHON

Share:

KULTUR || KULTUM PITUTUR LUHUR || ROMADHON MADROSAH SYUKUR DAN TAFAKUR

Share:

KUWALI ||KULTUM MATAWALI || Meraih Rahmat, Ampunan, dan Surga di Bulan Mulia ‎ || ROMADHON #8

Meraih Rahmat, Ampunan, dan Surga di Bulan Mulia

 

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ،

 

Ramadhan memiliki sejumlah keutamaan yang tidak dimiliki oleh bulan-bulan pada umumnya. Untuk meraih macam ragam keutamaan Ramadhan, umat Muslim pun berlomba melaksanakan anjuran-anjuran ibadah di dalamnya.

 

Mulai dari shalat tarawih yang terlihat padat di mushala dan masjid-masjid, tadarus Al-Qur’an yang terdengar syiar di hampir setiap sudut kota dan desa, sedekah takjil yang biasanya banyak dijumpai di masjid-masjid pinggir jalan, dan lain sebagainya.

 

Semua itu dilakukan untuk meraih keutamaan bulan suci ini.   Termasuk keutamaan itu adalah tiga kado istimewa bulan suci Ramadhan, yaitu rahmat (kasih sayang Allah), ampunan (maghfirah), dan masuk ke surga-Nya (terbebas dari api neraka).

 

Rasulullah saw bersabda dalam salah satu haditsnya:

 

   أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ، وأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Artinya, “Awal Bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka.” (Ibnu Khuzaimah)

 

Memang, kualitas hadits di atas dhaif (lemah) sebagaimana dijelaskan oleh Imam as-Suyuthi dalam kitabnya, Jami’ul Ahadits. Sebab, hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam kitab Sahih-nya dan bersumber dari Ali ibn Zaid ibn Jadʽan yang divonis oleh para ulama sebagai orang yang dhaif.

 

Sementara orang yang meriwayatkan hadits tersebut dari Ali ibn Zaid adalah Yusuf bin Ziyad yang divonis dhaif parah (dhaif jiddan). (Imam Suyuthi, Jami’ul Ahadits, t.t. juz 23, h. 176)  

 

Meski demikian, hadits dhaif yang menjelaskan fadha’ilul a’mal (keutamaan amal ibadah) seperti keutamaan bulan puasa di atas, para ulama membolehkan untuk disampaikan ke publik dan diamalkan, selagi tidak berkaitan tentang akidah seperti menjelaskan keesaan Allah atau tentang hukum syariat seperti hukum shalat, puasa, dan lain sebagainya.

 

Kembali ke pembahasan awal, yaitu tentang tiga kado istimewa di bulan Ramadhan, rahmat, ampunan, dan masuk surga.   Ramadhan sebagai Bulan Rahmat Mendapat rahmat atau kasih sayang Allah merupakan sesuatu yang sangat penting dan sebisa mungkin seorang Muslim meraihnya.

 

Sebab, peran rahmat Allah sangat besar bagi seorang hamba di akhirat kelak. Bisa jadi seseorang merupakan hamba yang taat, rajin ibadah, dan lain sebagainya. Akan tetapi, jika tidak mendapat rahmat Allah dan ibadahnya tidak diterima, na’udzubillah, amalnya hanya sia-sia.

 

Berkaitan dengan ini, penting untuk kita simak kisah seorang hamba taat yang beribadah selama 500 tahun, tapi ia masuk surga bukan karena ibadahnya, melainkan karena rahmat Allah.

 

Kisah ini diriwayatkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrak-nya. Berikut penulis sampaikan secara singkat.   Sekali waktu Malaikat Jibril as bercerita kepada Nabi Muhammad saw, “Hai, Muhammad! Demi Allah yang telah menugaskan engkau menjadi nabi. Allah memiliki seorang hamba yang ahli ibadah.

 

Hamba tersebut hidup dan beribadah selama 500 tahun di atas gunung.”   Ringkas kisah, hamba itu memohon kepada Allah mencabut nyawanya dalam keadaan sujud dan jasadnya tetap utuh sampai tiba hari kiamat. Doanya dikabulkan.

 

Begitu di akhirat, Allah berkata padanya, "Hamba-Ku, engkau kumasukkan surga berkat Rahmat-Ku!"   Hamba tersebut menyangkal. Seharusnya, protes dia, yang membuatnya masuk surga adalah ibadahnya ratusan tahun itu, bukan rahmat Allah.

 

Setelah dihitung, ternyata bobot rahmat-Nya lebih besar daripada amal ibadah tersebut. Allah pun memerintahkan malaikat untuk memasukan dia ke neraka.   Sebelum dimasukkan ke neraka, hamba itu mau mengakui bahwa rahmat Allah lebih besar dan yang bisa membuatnya masuk surga. Ia pun tidak jadi dimasukkan ke dalam neraka. (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, t.t, h. 63)

 

Kisah tersebut juga dipertegas hadits yang diriwayatkan oleh al-Hasan dan dicatat oleh Abul Laits as-Samarqandi dalam Tanbihul Ghafilin disebutkan:

 

بُدَلَاءُ أُمَّتِي لَا يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ بِكَثْرَةِ صَلَاةٍ وَلَا صِيَامٍ، وَلَكِنْ يَرْحَمُهُمُ اللَّهُ تَعَالَى بِسَلَامَةِ الصُّدُورِ، وَسَخَاوَةِ النَّفْسِ، وَالرَّحْمَةِ لِجَمِيعِ الْمُسْلِمِينَ  

Artinya, “Para wali abdal dari umatku tidak masuk surga karena banyaknya shalat dan puasa, melainkan karena Allah merahmati mereka sebab hati yang bersih, jiwa yang dermawan, dan menyayangi setiap Muslim.” (Abul Laits as-Samarqandi, Tanbihul Ghafilin, 2016: h. 63

 

Demikianlah pentingnya kita memanfaatkan bulan Ramadhan ini untuk meraih rahmat Allah. Namun bukan berarti kita menomorduakan ibadah dengan alasan lebih utama mencari rahmat. Justru dengan ibadah itulah kita menunjukkan ketaatan kepada Allah sehingga menjadi faktor memperoleh rahmat.

 

Ramadhan sebagai Bulan Ampunan Kita tentu sering mendengar, membaca, atau menyampaikan langsung, baik dalam kesempatan ceramah, tulisan di media massa, ataupun di video-video yang tersebar berbagai platform media sosial, bahwa Ramadhan adalah bulan penuh ampunan.

 

Sudah barang tentu semua umat Muslim ingin mendapat ampunan ini. Maka, salah satu doa yang khas dibaca dan dianjurkan dalam bulan suci ini adalah perbanyak memohon ampunan, sebagaimana salah satu doa berikut:

 

   اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا

Artinya, ”Wahai Allah Sesungguhnya Engkau maha pengampun serta suka mengampuni, maka ampunilah aku.”  

Doa di atas juga dianjurkan untuk dibaca pada tanggal-tanggal potensial terjadinya malam Lailatul Qadar, yaitu pada setiap tanggal ganjil di sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan.

 

Namun, karena malam Lailatul Qadar juga memungkinkan terjadi pada tanggal kapan saja selama Ramadhan, maka doa tersebut juga dianjurkan untuk banyak dibaca sepanjang bulan puasa. (Abu Ishaq as-Syairazi, at-Tanbih fi Fiqhisy Safi’i, t.t: juz I, h. 67)

 

Ramadhan sebagai Bulan Meraih Surga. Selain rahmat dan ampunan, pada bulan Ramadhan ini Allah juga membuka pintu-pintu surga dan menutup rapat-rapat pintu neraka-Nya. Dalam salah satu hadits disebutkan:

 

إِذَا جَاءَ رَمَضَانَ فُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ وَصُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنَ  

Artinya, “Ketika Ramadhan tiba, dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu-pintu neraka dan setan pun dibelenggu.” (HR Muslim)  

 

Berkaitan dengan hadits di atas, Syekh ‘Izzuddin bin Abdissalam menjelaskan, ‘dibukanya pintu surga’ merupakan simbol imbauan bagi umat Muslim untuk memperbanyak amal ibadah di bulan suci Ramadhan, sementara ‘dibelengguhnya setan’ merupakan simbol untuk mencegah diri dari perbuatan maksiat. (Syekh ‘Izzuddin bin Abdissalam, Maqashidush Shaum, 1922: 12) 

 

Artinya, kita bisa mendapatkan kesempatan meraih surga di bulan Ramadhan ini jika kita mengupayakan diri sendiri dengan memperbanyak amal-amal ibadah yang dianjurkan sekaligus menahan diri dari segala perbuatan maksiat.

 

Selamat menjalankan ibadah pusa, semoga Ramadhan tahun ini lebih baik dari Ramadhan-ramadhan sebelumnya.

Wallahu a’lam. 

Pemateri:

De badruns

(Ketua MUI Margomulyo)

 

Share:

KUWALI ||KULTUM MATAWALI || Rahasia Di Balik Huruf Romadhon || ROMADHON #7

RAHASIA DI BALIK HURUF ROMADHON

الْحَمْدُ لِلّٰهِ الَّذِيْ بِنِعْمَتِهِ تَتِمُّ الصَّالِحَاتُ، وَبِفَضْلِهِ تَتَنَزَّلُ الْخَيْرَاتُ وَالْبَرَكَاتُ، وَبِتَوْفِيْقِهِ تَتَحَقَّقُ الْمَقَاصِدُ وَالْغَايَاتُ. أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ لَانَبِيَّ بَعْدَهُ. اللّٰهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ وَبَارِكْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ المُجَاهِدِيْنَ الطَّاهِرِيْنَ. أَمَّا بَعْدُ،

Jama’ah KUWALI Hafidzokumulloh

Ramadhan menjadi momentum untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah sebagai bentuk penghambaan kepada Allah swt. Karena memang bulan Ramadhan memiliki banyak keistimewaan dibanding dengan bulan-bulan lainnya.

 

 

 

Jika kita renungkan, huruf-huruf dalam kata Ramadhan pun mampu mewakili keistimewaan yang ada dalam bulan Ramadhan. Seperti kita ketahui bahwa kata ‘Ramadhan’ (رمضان) terdiri dari lima huruf yakni Ra, Mim, Dhad, Alif, dan Nun.

 

Huruf pertama adalah Ra yang bisa mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai bulan Rahmat. Kemudian huruf yang kedua adalah Mim yang mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai bulan Maghfirah atau ampunan.

Hal ini senada dengan berbagai penjelasan yang disampaikan oleh para ulama

Artinya, “Awal Bulan Ramadhan adalah rahmat, pertengahannya ampunan, dan akhirnya pembebasan dari api neraka.”  

 

  أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ، وأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ، وَآخِرَهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Jama’ah KUWALI Hafidzokumulloh,

Huruf ketiga adala Dhod yang bisa mewakili keistimewaan Ramadan sebagai Syahru Dhiya atau bulan Cahaya. Dikatakan sebagai bulan cahaya, karena suasana cahaya kehidupan malam sangat terasa di malam Ramadhan.

Banyak umat Islam yang melakukan ibadah, seperti shalat malam, Tarawih, Witir, Tahajud dan ibadah lainnya seperti tadarus, baik di masjid dan mushala ataupun di rumah masing-masing.

 

Dengan aktivitas-aktivitas ini, malam Ramadhan pun seolah penuh cahaya yang diturunkan oleh Allah swt untuk menghiasi Ramadhan.   Terlebih malam-malam terakhir Ramadhan yang merupakan malam istimewa karena Allah menjadikannya sebagai malam Lailatul Qadar.

 

Sebuah malam yang istimewa, sampai-sampai disebut dalam Al-Qur’an sebagai malam seribu bulan . Di malam itu diturunkan para malaikat Allah yang secara khusus termaktub dalam Al-Qur’an surat Al-Qadr 1-5

 

 

 

Jama’ah KUWALI Hafidzokumulloh,

Huruf keempat adalah Alif yang bisa mewakili keistimewaan Ramadhan sebagai Syahrul Iman atau bulan Iman. Hal ini sudah tegas terlihat dari perintah berpuasa sendiri ditujukan bagi golongan orang-orang beriman, bukan kepada golongan lain.

 

Allah berfirman dalam Al-Qur’an surat Al-Baqarah: 183

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.  

 

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِيْنَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ

Ramadhan adalah bulan yang ditunggu-tunggu karena memiliki keistimewaan berupa ibadah puasa yang merupakan ibadah rahasia. Mengapa rahasia? karena hanya pelakunya dan Allah lah yang tahu.

 

Kita tidak bisa menjamin orang Islam yang terlihat pucat dan lemas di siang hari pada Ramadhan, ia mengerjakan ibadah puasa. Dan sebaliknya, kita juga tidak boleh mengatakan orang yang lincah beraktivitas dan bekerja pada siang hari, tidak melaksanakan puasa.

 

Hanya orang berimanlah yang mampu melaksanakan ibadah puasa dengan baik karena memiliki niat lillahi ta’ala.

 

Jama’ah KUWALI Hafidzokumulloh,

Selanjutnya, huruf terakhir dari Ramadhan adalah huruf Nun yakni Najah, yang bisa menunjukkan keistimewaan Ramadhan sebagai Syahrun Najah atau bulan kesuksesan.

 

Kesuksesan ini dapat diraih oleh mereka yang benar-benar mau dan mampu memaksimalkan kualitas dan kuantitas ibadah sehingga dapat memaksimalkan Ramadhan yang penuh berkah. Keberkahan ini dijelaskan oleh Nabi Muhammad dengan berbagai fasilitas yang diberikan Allah di bulan Ramadhan sebagai mana disabdakannya dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Nasa’i dan Imam Ahmad.

Artinya "Telah datang kepadamu bulan Ramadhan, bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan padamu berpuasa di bulan itu. Dalam bulan itu dibukalah pintu-pintu langit, dan ditutuplah pintu-pintu neraka, dan syaitan-syaitan dibelenggu. Pada bulan itu terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Siapa yang tidak memperoleh kebajikan di malam itu, maka ia tidak memperoleh kebajikan apapun.”  

 

  أَتَاكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌ مُبَارَكٌ فَرَضَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ وَتُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ مَرَدَةُ الشَّيَاطِينِ، فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ  

Kesuksesan orang beriman yang dalam melaksanakan ibadah puasa, akan diganjar oleh Allah swt dengan sebuah predikat yang sangat dinanti-nanti yakni predikat:  لَعَلَّكُمْ تَتَّقُوْنَۙ sebagai orang-orang yang bertakwa.

 

Semoga, kita dapat memaksimalkan keistimewaan-keistimewaan di bulan Ramadhan dan kita akan meraih predikat orang-orang yang bertakwa.

 

Jama’ah KUWALI Hafidzokumulloh,

Kiranya demikian yang bisa saya sampaikan, kurang lebihnya mohon maaf.

Wallohu A’almu Bisshowab.

 

 

Pemateri:

De badrus

(Ketua MUI Margomulyo)

 

Share:

KUWALI ||KULTUM MATAWALI || Lima Keistimewaan bagi Umat Islam di Bulan Ramadhan || ROMADHON #6

KUWALI SPECIAL ROMADHON

HARI 6

Lima Keistimewaan bagi Umat Islam di Bulan Ramadhan

اْلحَمْدُ للهِ اْلحَمْدُ للهِ الّذي هَدَانَا سُبُلَ السّلاَمِ، وَأَفْهَمَنَا بِشَرِيْعَةِ النَّبِيّ الكَريمِ، أَشْهَدُ أَنْ لَا اِلَهَ إِلَّا الله وَحْدَهُ لا شَرِيك لَه، ذُو اْلجَلالِ وَالإكْرام، وَأَشْهَدُ أَنّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَ رَسولُه، اللّهُمَّ صَلِّ و سَلِّمْ وَبارِكْ عَلَى سَيِّدِنا مُحَمّدٍ وَعَلَى الِه وَأصْحابِهِ وَالتَّابِعينَ بِإحْسانِ إلَى يَوْمِ الدِّين، أَمَّا بَعْدُ

Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwa umat Islam mendapatkan lima keistimewaan dengan datangnya bulan Ramadhan sebagaimana beliau tegaskan berikut ini: 

Artinya: “Di bulan Ramadhan umatku diberi lima keistimewaan yang tidak diberikan kepada umat-umat sebelumnya.” 

 

أُعْطِيَتْ أُمَّتِي خمسَ خِصَالٍ في رَمَضَانَ لَمْ تُعْطَهُنَّ أمَّةٌ من الأُمَمِ قَبْلَهاَ

Kelima keistimewaan tersebut adalah sebagai berikut:

Pertama,

Artinya: “Bau mulut orang yang berpuasa di hadapan Allah lebih baik dari pada minyak misik.”

 

خُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ اْلمِسْكِ

Secara jujur kita mengakui bahwa bau mulut orang berpuasa tidak sedap. Hal ini terjadi karena produksi air liur dalam mulut dan dalam saluran pencernaan berkurang sehingga menjadi lebih kering dan munculah bau mulut.  

Namun perlu kita sadari bahwa bau mulut yang tak sedap itu sesungguhnya memiliki hikmah atau manfaat tertentu. Misalnya, bau itu menjadi salah satu pembeda antara orang berpuasa dengan yang tidak berpuasa.

Dengan bau seperti itu orang yang berpuasa akan cenderung lebih banyak diam dari pada bicara yang tidak perlu. Sehingga Dia selalu menjaga mulutnya dengan baik dari kata-kata kotor, dan memperbanyak tadarus Al-Qur’an, membaca dzikir, istighfar, shalawat dan sebagainya.

 

Dengan memperbanyak ibadah lisan seperti itu sudah pasti bau tak sedap itu akan mendapat perimbangan dan kemudian diganti oleh Allah dengan bau-bau wangi yang bahkan lebih wangi dari pada minyak misik atau minyak kasturi. 

 

Kedua,

Artinya: “Orang-orang yang berpuasa semuanya dimintakan ampunan oleh para malaikat hingga mereka berbuka.”

 

وَتَسْتَغْفرُ لَهُمْ اْلمَلاَئِكَةُ حَتىَّ يُفْطِرُوْا 

Keistimewaan kedua ini, menjadi keuntungan besar bagi orang-orang yang berpuasa. Kita semua tahu bahwa malaikat adalah makhluk yang tak kenal maksiat kepada Allah  ﷻ sehingga doa-donya mudah dikabulkan.

 

Para malaikat itu dari saat imsak hingga berbuka yang durasinya mencapai kira-kira 14 jam senantiasa memintakan ampunan kepada Allah  ﷻ agar orang-orang berpuasa diampuni dosa-dosanya. Sekali lagi ini merupakan keuntungan besar bagi kita karena kita sendiri terkadang merasa was was apakah istighfar kita diterima Allah  ﷻ karena faktanya kita sering megulang kesalahan atau dosa yang sama setelah berkali-kali memohon ampun atas dosa-dosa yang sama.

 

 Ketiga,

Artinya: “Di bulan ini para setan dibelenggu yang semuanya tidak bisa lepas seperti di bulan lainnya.”

 

وَتُصَفَّدُ فِيْهِ مَرَدَّةُ الشَّياَطِيْنِ ، وَلاَ يُخْلِصُوْنَ فِيْهِ إِلَى مَا كاَنُوْا يُخْلِصُوْنَ فِي غَيْرِه 

Kita semua tentu merasakan di bulan Puasa kita menjadi seperti malas untuk berbuat apa saja kecuali ibadah. Semangat kita untuk beribadah meningkat dibandingkan dengan di.luar Ramadhan. Hal ini terjadi karena setan-setan dibelenggu hingga selesainya Ramadhan.

 

Ini semua merupakan kemurahan Allah  dalam rangka memberi kesempatan kepada kita untuk menambah pundi-pundi amal ibadah kita. Di luar Ramadhan mungkin kita lebih banyak berpikir dan melakukan hal-hal yang bersifat duniawi saja.

Dengan dibelenggunya setan-setan di bulan Ramadhan, maka secara teori setidaknya kemaksiatan bisa ditekan serendah-rendahnya.

 

 Keempat,

Artinya: “Setiap hari di bulan Ramadhan Allah memperindah surga untuk orang-orang yang berpuasa. Kemudian Allah berfirman: “Para hamba-Ku yang melakukan puasa hampir menemukan hasil dan jerih payahnya hingga sampai kepadamu (wahai surga).”

 

وَيُزَيِّنُ اللهُ لَهُمْ كُلَّ يَوْمٍ جَنَّتَهُ، ثُمَّ يَقُوْلُ : يُوْشِكُ عِبَادِيْ الصَّائِمُوْنَ أَنْ يُلْقُوْا عَنْهُمْ الْمَئُونَةَ وَاْلأَذَى وَيَصِيْرُوْنَ إِلَيْكَ.

Keistimewaan keempat ini dimana Allah menghiasai surga dengan indahnya untuk menyambut para hamba-Nya yang berpuasa menunjukkan bahwa ibadah puasa memiliki nilai spiritualitas yang sangat tinggi.

Kepada surga Allah berfirman, Para hamba-Ku yang berpuasa hampir menemukan hasil dari jerih payahnya hingga sampai kepadamu.

Kalimat ini mengandung arti bahwa tak ada balasan bagi orang-orang berpuasa kecuali surga karena ibadah puasa memang untuk Allah sehingga Allah sendiri yang akan membalasnya sebagaimana disebutkan dalam hadits yang diriwayatkan Imam Bukhari:

Artinya: Semua amal manusia adalah miliknya, kecuali puasa, sesungguhnya ia adalah milik-Ku dan Aku yang akan memberikan balasannya.

 

كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ لَهُ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ

 

Hadits tersebut mengungkapkan bahwa ibadah puasa urusannya dengan Allah  ﷻ. Allah yang memerintahkan, Dia pula yang mengatur segala sesuatunya.

 

Kelima,

Artinya: “Dan di akhir malam bulan Ramadhan Allah memberikan ampunan. Kemudian Rasul . ditanya apakah itu malam Lailatul Qodar? Beliau. menjawab: “Bukan, hanya saja bagi orang yang beramal maka akan mendapatkan pahala ketika sudah usai mengerjakannya.”

 

وَيَغْفِرُ لَهُمْ فِيْ آخِرِ لَيْلَةٍ ، قِيْلَ : يَا رَسُوْلَ اللهِ : اَهِيَ لَيْلَةُ اْلقَدَرِ ؟ ، قَالَ : لاَ ، وَلَكِنَّ  الْعَامِلَ إِنَّمَا يُوَفَّى أَجْرُهُ إِذَا قَضَى عَمَلَهُ 

Dalam keistimewaan kelima ini, Allah mengampuni orang-orang berpuasa pada setiap akhir malam, dan itu bukan merupakan lailatul qadar.

 

Lailatul qadar adalah satu hal dan ampunan Allah pada setiap akhir malam di bulan Ramadhan merupakan hal lainnya.  Artinya Orang-orang berpuasa berhak mendapatkan ampunan sebagai imbalan ibadahnya kepada Allah  ﷻ

 

 Sedangkan Lailatul qadar diberikan kepada orang-orang tertentu sesuai dengan pilihan Allah sendiri. Maka beruntunglah mereka yang selain mendapatkan ampunan dari Allah tetapi juga mendapatkan kebaikan lailatul qadar yang nilainya lebih tinggi dari pada kebaikan seribu bulan.

 

 

Kelima hal diatas sebagaimana telah diuraikan merupakan keistimewaan bulan Ramadhan yang hanya diberikan kepada umat Nabi Muhammad ﷺ. Kita bersyukur bahwa kita semua menjadi umat beliau. 

 

Untuk itu semoga kita semua dapat menjalankan ibadah puasa tahun ini dan tahun-tahun berikutnya dengan sebaik-baiknya, sehingga kelima keistimewaan diatas dapat kita raih seluruhnya.

 Amin ya rabbal alamin.

Wallohul A’lamu Bisshowabi

 

 

Pemateri:

De Badruns

(Ketua MUI Margomulyo)

 

Share:

MUIM TV

Jumlah Pengunjung

Popular Posts

Label