Pak Haji Nur, Ketua MUI Kecamatan Margomulyo, merasa bangga dan bersemangat saat mendapat undangan untuk menghadiri acara Gelaran Deklarasi Pemilu Damai dan Bermartabat di Kantor MUI Bojonegoro. Ia ingin menunjukkan komitmen dan dukungannya terhadap penyelenggaraan pemilu yang adil, aman, dan demokratis. Ia juga ingin bertemu dan bersilaturahmi dengan para tokoh agama, masyarakat, dan pemerintah yang hadir di acara tersebut.
Ia pun bersiap-siap dengan mengenakan pakaian terbaiknya, yaitu baju koko putih, sarung hitam, dan kopiah hitam. Ia juga membawa tas berisi buku-buku agama dan dokumen-dokumen penting yang berkaitan dengan tugasnya sebagai Ketua MUI. Ia lalu mengambil kunci sepeda motornya, yaitu Shogun 110 yang Mashur dengan "Shogun kebo" yg sudah tidak jelas warnanya, yang selalu ia rawat dengan baik selama beberapa tahun terakhir.
Baca Juga: "Syafari Dakwah Bersama Gus Huda": Kebersamaan dalam Sedekah Bumi di Makam Mbah Citro, Desa Ngelo Margomulyo Bojonegoro
Ia berangkat dari rumahnya sekitar pukul 07.00 pagi, dengan harapan bisa sampai di Kantor MUI Bojonegoro sebelum acara dimulai pukul 09.00. Ia menempuh jarak sekitar 75 kilometer dengan melewati jalan-jalan desa yang masih sepi dan tenang. Ia menikmati pemandangan alam yang hijau dan segar, serta udara yang bersih dan sejuk. Ia juga sesekali menyapa dan mengucapkan salam kepada warga yang ia temui di sepanjang jalan.
Namun, nasib baiknya tidak berlangsung lama. Ketika ia sudah memasuki kawasan hutan Bojonegoro, ia merasakan ada yang aneh dengan sepeda motornya. Ia mendengar suara berisik yang berasal dari knalpotnya. Ia mencoba mengabaikannya dan melanjutkan perjalanan, tetapi suara itu semakin keras dan mengganggu. Ia pun memutuskan untuk berhenti di pinggir jalan dan memeriksa knalpotnya.
Betapa kagetnya ia ketika melihat bahwa knalpotnya sudah patah dan terlepas dari sepeda motornya. Ia tidak tahu apa yang menyebabkan hal itu, apakah karena usia knalpot yang sudah tua, atau karena ia menabrak sesuatu tanpa sadar. Yang jelas, ia tidak bisa melanjutkan perjalanan dengan sepeda motornya yang rusak itu.
Ia pun bingung dan panik. Ia mencoba mencari bengkel terdekat, tetapi tidak ada yang buka. Ia juga mencoba menelpon teman-temannya terdekat yang tinggal di sekitar lokasi itu, tetapi tidak ada yang mengangkat. Ia juga tidak bisa naik angkutan umum, karena ia tidak membawa uang yang cukup. Ia hanya membawa uang sebesar Rp. 50.000, yang sudah ia rencanakan untuk BBM dan parkir.
Ia merasa putus asa dan menyesal. Ia merasa gagal dalam menjalankan tugasnya sebagai Ketua MUI. Ia merasa mengecewakan para undangan dan panitia yang sudah menunggunya di Kantor MUI. Ia merasa sia-sia telah bersiap-siap dengan pakaian terbaiknya, membawa tas berisi buku-buku agama dan dokumen-dokumen penting, serta mengendarai sepeda motornya yang ia rawat dengan baik. Ia merasa maksud hatinya memeluk gunung, tapi apalah daya gurung knalpotnya patah.
Ia pun hanya bisa pasrah dan berdoa. Ia meminta maaf kepada Allah atas kegagalannya. Ia juga meminta maaf kepada para undangan dan panitia atas ketidakhadirannya. Ia berharap mereka bisa memahami dan menerima alasan yang sebenarnya. Ia juga berharap sepeda motornya bisa segera diperbaiki dan ia bisa pulang dengan selamat.
Ia lalu duduk di pinggir jalanan hutan, sambil menunggu pertolongan datang. Ia memandang sepeda motornya yang rusak, sambil mengelus-elus knalpotnya yang patah. Ia berbisik, "Maafkan aku, sayang. Aku tidak sengaja menyakitimu. Aku akan mencarikanmu knalpot pengganti yang lebih baik. Aku masih mencintaimu."
Akhir kisah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar